Pembentukan Tulisan Al Qur'an
Mushaf al-Quran pada masa sahabat tidaklah sama seperti yang sekarang
ini sebab dalam sejarah penulisannya Al-Quran mengalami perkembangan.
Seperti mushaf yang ditulis masa khalifah Utsman ialah tidak berharakat
dan tidak pula memiliki tanda titik. Kemudian untuk mengetahui sejarah
pembentukan tulisan terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai apa saja
nama-nama dari al-Qur’an sendiri, selanjutnya pengumpulan dan pembukuan
al-Qur’an.
a.Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang memiliki nama-nama yang masyhur seperti:
-Al-Furqan yang memiliki arti sebagai pembeda (antara yang hak dan yang batil, mengenai benar dan salah.
-Al-Kitab yang seperti tertulis dalam surat An-nahl ayat 89.
-Adz-Dzikr yang memiliki arti peringatan.
-At-Tanzil seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syuro ayat 192.
-Suhuf yang memiliki arti berupa lembaran-lembaran.
Kemudian Abu Ma’ali Syaidzalah (wafat 494 H) menyebutkan nama-nama
Al-Qur’an sebanyak 55 nama diantaranya yaitu: Al-Kitab tertulis dalam
Qur’an surat Az-Zuhruf ayat 1-2, Al-Mubin, Al-Qur’an dalam surat
Al-Waqi’ah ayat 77, Al-Karim, Al-Kalam dalam surat AtTaubah ayat 6,
An-Nur dalam surat An-Nisa ayat 173, Al-Huda, Ar-Rahmah dalam surat
Yunus ayat 57, Al-Furqan dalam surat Al-furqan ayat 1, Asy-Syifa dalam
surat Al-Isro ayat 87, Al-Mauidhah dalam surat Yunus ayat 51, Adz-Dzikr
dalam surat Al-Anbiya ayat 50, Al-Mubaroq, Al-Aly’ dalam surat Az-Zuhruf
ayat 4, dan masih banyak nama-nama Al-Qur’an hingga mencapai 55 nama
meskipun tidak masyhur dikalangan para ahli tafsir.
b.Sejarah Pembukuan Al-Qur’an
Dalam hal ini sejarah pembukuan Al-Quran terbagi menjadi tiga masa
yaitu pertama pada masa Nabi Muhammad SAW. dengan cara nabi menunjuk
bebrrapa sahabat untuk menuliskan wahyu Al-Qur’an perintah itu ditujukan
kepada sahabat yang dapat membaca dan menulis. Di antara sahabat itu
ialah: Khulafaurrasyidin, Muawiyah bin Abu Sufyan, Zaid bin Tsabit, Ubay
bin Ka’ab, Khalid bin Walid, Yazid bin Abi Sufyan, Tsabit bin Qois Ibnu
syams, Amir Ibnu Fuhairah (sekertaris Nabi yang bertugas menuliskan
surat kepada raja-raja), Al-Mughirah bin Syu’bah, Jubair Ibnu Al-Awam,
Amr Ibnu Al-Ash, Muhammad bin Maslamah.
Para utusan Nabi dalam menuliskan wahyu memiliki tugas sebagai berikut:
– Menuliskan wahyu dan mengurutkan sesuai dengan petunjuk Nabi yang
langsung didapat atas petunjuk Allah melalui malaikat Jibril.
– Ayat Al-Qur’an dituliskan pada benda-benda seperti: pada kepingan
batu, lembaran kulit binatang, pelepah kurma, tulang unta dll.
– Hasil tulisan tersebut disimpan di rumah Nabi, namun secara pribadi para sahabat menulis untuk diri sendiri.
– Yang boleh ditulis hanyalah Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan
tercampur dan dapat mencemari kesucian dari Al-Qur’an itu sendiri.
Selengkapnya simak dalam
Sejarah Perkembangan Al-qur’an pada masa Rasulullah SAW
Kedua, ialah pengumpulan pada masa Abu Bakar As-Shidiq, yakni setelah
Nabi wafat dan diteruskan oleh Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama.
Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an pada masa ini dilakukan karena
adanya seseorang yang mengaku sebagai Nabi ialah Musailamah Al-Kadzab,
ia menyebarkan kebohongan yang amat besar sehingga ia dapat mempengaruhi
para kaum muslimin terutama Bani Hanifah dan mereka murtad.
Dari kejadian ini akhirnya Abu Bakar menyiapkan pasukan sejumlah 4000
pengendara kuda untuk menyerang mereka. Dalam peperangan kemenangan ada
dalam pihak Islam. Namun peperangan ini menyebabkan gugurnya para
penghafal Al-Qur’an sebanyak 700 orang. Dan perang ini terkenal dengan
sebutan perang Yamamah. Dari banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang
gugur akhirnya Abu Bakar melakukan pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an
atas perintah Umar bin Khatab di karenakan khawatir jika Al-Qur’an
lama-lama akan hilang jika di pelihara dalam bentuk hafalan saja. Namun
pada awalnya Abu Bakar menolak saran dari Umar bin Khatab dengan ucapan
“Bagaimana kita dapan melakukan sesuatu hal yang tidak dilakukan oleh
Rasul? Kemudian sahabat Umar menjawab: demi Allah ini merupakan suatu
perbuatan yang baik” dann kemudian Umar terus mendesak kepada Abu Bakar
agar bersedia melakukannya. Kemudian Abu Bakar berkata: sehingga Allah
melapangkan hatiku dan aku mengakui kebenaran pendapat Umar”.
Kemudian Abu Bakar melakukan pengumpulan Al-Qur’an dengan cara
memerintahkan memerintahkan Zaid bin Tsabit selaku sekertaris Nabi untuk
memeriksa dan mencari suhuf-suhuf yang berserakan dari beberapa
sahabat. saat itu Zaid juga menolak namun akhirnya ia menerima sama
halnya seperti Abu Bakar ketika menerima saran dari Umar.
Selanjutnya Zaid bin Tsabit dalam mengumpulkan Al-Qur’an dengan beberapa
hal yakni dengan mengumpulkan Al-Qur’an yang ada pada suhuf, baik
berupa batu, kayu ataupun pelepah kurma. Selanjutnya Zaid bin Tsabit
mendatangi para sahabat yang hafal Al-Qur’an untuk dibacakan dengan 2
orang saksi. Namun setelah diperiksa apa yang ada dalam kepingan maupun
para penghafal Al- Qur’an ada satu ayat yang pernah didengar dari Nabi
tetapi tidak terdapat dalam kepingan tersebut. Kemudian Zaid terus
berusaha mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang akhirnya ia menemukannya dari
seorang sahabat Anshar yang bernama Abu Khuzaimah Ibnu Aus yaitu berupa
Q.S Al-Ahzab ayat 23
من ا لمؤمنين رجال صدقوا ماعاهدوا الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتضرومابدلوا تبديلا
Setelah ayat tersebut ditemukan kemudian Zaid bin Tzabit berkata
sessudah ayat ini kudapati maka aku letakkan di suratnya. Kemudian Zaid
bin Tsabit menemukan kembali ayat yang tidak terdapat dalam
kepingan-kepingan tersebut. Kemudian ia bertanya kepada para penghafal
dari Muhajirin dan Anshar lalu ia pun mendapatkannya pada Khuzaimah bin
Sabit yaitu Q.S At-Taubah ayat 128 dan 129.
Setelah dari penulisan Al-Qur’an dirasa lengkap serta dilengkapinya 2
orang saksi dalam tiap penulisannya maka lembaran-lembaran tersebut
digulung dan diikat dengan benang untuk kemudian disimpan oleh Abu
Bakar. Setelah ia wafat kemudian disimpan oleh Umar lalu disiman oleh
istri Nabi yaitu Hafshah.
Ketiga, penulisan dan pengumpulan pada masa Khalifah Usman bin Affan
terjadi ketika masa itu terdapat perselisihan antara pasukan Islam
mengenai perbedaan bacaan Al-Qur’an yang membuat cemas karena
dikhawatirkan umat Islam akan terpecah belah. Kemudian Usman mengutus
Hudzaifah bin Al-Yaman untuk memintakan suhuf Al-Qur’an kepada Hafshah
umtuk disalin kedalam mushaf dan setelah disalin maka sufuf itu
dikembalikan kepada Hafshah.
Selain itu di Madinah juga terdapat anak-anak berselisih perihal
masalah bacaan Al-Qur’an yang mana perselisihan ini hampir menimbulkan
perang mulut hingga perang fisik antara murid dengan murid dan bahkan
guru dengan guru.
Setelah Usman mendengar kabar tersebut lantas bergegaslah ia mengutus
Hudzaifah untuk meminjam suhuf pada Hafshah yang di susun pada masa Abu
Bakar. Selanjutnya membentuk panitia yang bertugas menyusun mushaf Abu
Bakar yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Adapun tugas dari badan
tersebut diantaranya adalah: menyalin suhuf ke dalam satu mushaf, jika
terdapat perselisihan dalam hal bacaan maka hendaknya ditulis
menggunakan bacaan Quraisy karena Al-Quran diturunkan dengan lisan
Quraisy, kemudian badan tersebut berpegang erat pada penyususnan yang
dilakukan secara tertib pada masa Abu Bakar. Setelah penulisan ini
selesai maka suhuf dikembalikan pada Hafshah istri Nabi. Kemudian
setelah mushaf tesalin secara sempurna baik segi surat maupun ayat
kemudian mushaf tersebut digandakan sebanya 7 mushaf dengan tujuan untuk
di kirim ke kota-kota besar wilayah Islam dan membakar mushaf yang
lain.
c.Bentuk- bentuk Tulisan Mushaf
Setelah meluasnya pengaruh Islam dan banyaknya pemeluk agama yang
berasal dari luar Arab mulai muncul sebuah pemikiran terkait pembacaan
Al-Qur’an. Maka ulama masa ini khawatir jika nantinya bacaan Al-Qur’an
akan rusak. Maka para ulama mulailah memikirkan solusi dengan beberapa
langkah sebagai berikut:
1.Saat Ziad Ibnu Abihi menjadi penguasa Iraq kemudian memerintahkan
seseorang Tabi’in bernama Abu Aswad Ad-Du’ali untuk membuat tanda-tanda
baca dalam Al-Qur’an yaitu dengan cara memberikan baris huruf
penghabisan dan kalimah saja dengan memakai titik di atas dan titik di
bawah, namun usaha Abu Aswad Ad-Du’ali tidak dapat mengatasi kecederaan
dalam bacaan Al-Qur’an.
2.Kemudian usaha selanjutnya diteruskan oleh Nashr Ibnu ‘Ashim atas
perintah Al-Hajjaj, ia memberikan tanda titik pada suatu huruf dengan
tujuan untuk membedakan antara huruf satu dengan huruf lainnya.
Kemudian usaha tersebut dilanjutkan oleh Kholid bin Ahmad (100 H-170 H).
ia mengubah metode Abu Aswad Ad-Du’ali dengan menjadikan alif yang
dibaringkan di atas huruf fathah dan yang dibawah huruf kasroh dan wawu
tanpa baris di depan huruf dhomah. Kemudian beliau juga yang
mendatangkan tajwid.
3.Pada masa khalifah Al-Ma’mun dilakukan penyempurnaan tanda baca
Al-Qur’an seperti tanda waqof, tanda ibtida, dan memberi nama pada surat
beserta tempat turunnya, jumlah ayat, ruku’ dan sebagainya.
Terdapat riwayat lain yang mengatakan bahwa yang pertama kali
menciptakan tanda titik, harokat adalah Hasan al-Busri pada pemerintahan
Abdul Malik bin Marwan Khalifah Bani Umayyah, bahwasanya Abdul Malik
memerintahkan Al-Hajjaj kemudian beliau memerintahkan kepada Al-Hasan
Bisri dan Ya’mur murid Abu Aswad Ad-Du’ali.